Dari judulnya kita akan membayangkan ini adalah film tentang band metal yang dipenuhi musik-musik cadas seperti film the Rockstar. Ternyata salah besar!! Ini adalah film yang mengisahkan tentang dunia yang sunyi. Ruben, seorang drummer band metal harus menerima kenyataan pahit bahwa ia mengalami gangguan pendengaran akut, bahkan menuju ketulian. Ia pun harus meninggalkan gemerlap dunia panggung hiburan dan menepi di sebuah tempat rehabilitasi tuna rungu. Ia mengalami depresi yang berat ketika berjumpa dengan kenyataan yang mengubah kehidupannya.
Dalam kekecewaannya Ruben masih memiliki harapan, yaitu operasi penanaman implan telinga – meskipun biayanya sangat mahal. Setelah menjual mobil RV, satu-satunya harta yang ia miliki, Ruben pun memutuskan untuk melakukan operasi penanaman implan. Namun harapan seringkali berbeda dengan kenyataan. Implan yang ditanam memang menghasilkan bunyi yang dikirim ke otak. Namun bunyi itu bukanlah bunyi yang diharapkannya. Bunyi yang diterima otaknya adalah bunyi imitasi yang malah kadang terdengar gaduh. Ruben kembali terjatuh ke dalam kegelisahan yang semakin dalam. Ia pun ahirnya memilih menikmati kesunyian yang penuh misteri dan keindahan.
Rudolf Mrazek pernah menuliskan sebuah epilog yang berjudul “Hanya Orang Tuli yang Dapat Mendengar dengan Baik”. Dalam tulisan tersebut, Mrazek mengulang kembali kisah Pramoedya Ananta Toer ketika berada di pulau Buru. Dalam catatannya, Pram mengungkapkan bahwa satu-satunya indera yang menjadi andalannya adalah telinga. Namun naas, ketika berada di pulau Buru, prajurit Belanda menghajar kepalanya dengan senapan sehingga telinga kirinya tuli. Tak berselang lama, kedua telinganya membengkak dan pendengarannya menurun tajam. Pram hampir tuli! Namun dalam ketuliannya, Pram merasakan ketajaman rasa yang ia nikmati setiap harinya. Pram menolak bantuan alat dengar. Ia memilih untuk menjadi tuli. Ya. Hanya orang tuli yang dapat mendengar dengan baik!
Ruben memilih menikmati dunianya yang hening. Bahasa bukan hanya tuturan lesan. Bahasa adalah apa yang ada dalam tubuh kita. Menangis dan tertawa itu juga bahasa. Dalam keheningan, manusia menjadi lebih peka dan peduli. Satu kalimat yang diucapkan pemilik tempat rehabilitasi kepada Ruben, bahwa tuli itu bukanlah cacat! Keheningan adalah Kerajaan Tuhan! Ini kalimat yang benar-benar menggetarkan. Seperti halnya Pramoedya yang memang memilih menikmati dunia tanpa suara. Keheningan itu lebih cadas daripada musik metal!
Komentar
Posting Komentar