Langsung ke konten utama

Forbidden Games (Perancis, 1952)




Seorang gadis bernama Paulette kehilangan kedua orang tuanya pada saat Jerman menyerang Paris-Perancis melalui serangan udara pada tahun 1940. Paulette pun berlari ke sebuah desa dan berjumpa dengan seorang bocah laki-laki bernama Michel. Michel dan keluarganya menerima kehadiran Paulette untuk tinggal bersama-sama di rumah mereka. Di rumah itulah Paulette harus belajar banyak hal dan menyesuaikan gaya hidup perkotaan menjadi anak desa dengan penuh kesederhanaan. Paulette dan Michel pun menjadi sahabat dekat. Michel mengajarkan banyak hal, termasuk bagaimana cara berdoa dan mengenal ajaran agama Katholik. Kenakalan-kenakalan pun muncul di antara mereka seperti ketika Michel memberanikan diri untuk mencuri salib, dari salib di pemakaman hingga salib di altar gereja hanya untuk menyenangkan hati Paulette. Akhir film ini adalah Paulette harus berpisah dengan keluarga Michel ketika telah ditemukan oleh tim palang merah. Paulette pun harus tinggal di pengungsian yang resmi dan berpisah dengan  kehidupan pedesaan yang telah mengajarkan banyak hal bagi dirinya.

Sebuah film yang menggambarkan kehidupan anak-anak yang polos tetapi harus berhadapan dengan dunia politik yang banyak mengubah jalan kehidupan mereka. Peralihan kehidupan Paulette dari gadis kota menjadi gadis desa dan nasib selanjutnya tidak jelas karena harus berada di pengungsian, merupakan sebuah gambaran betapa perang menimbulkan ketidak pastian anak-anak pada waktu itu. Dengan melihat perang dari sudut pandang anak, membuat film ini cukup unik. Film ini mampu menggambarkan sisi kejiwaan anak yang bingung, heran, takut mengahadapi dinamika kehidupan pada saat perang. Forbidden Game mengangkat sebuah tema perang dunia yang berat dan serius tetapi dikemas dengan ringan dan penuh dengan kepolosan yang menjadi ciri khas anak-anak.


Salam Sinema!!!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Father (2020), Subjek yang Terlupa

  Anthony menghadapi permasalahan penuaan yang cukup ironis. Ia dibingungkan dengan memorinya sendiri. Ia tidak dapat lagi membedakan siapa, di mana, kapan, dan bagaimana kehidupannya berlalu. Semuanya kacau. Tiba-tiba saja anaknya yang pamit ke Paris muncul dengan sosok yang berbeda. Tiba-tiba saja ia menjumpai sosok menantu yang entah dari mana asalnya. Tiba-tiba saja ia berada di apartemen yang berbeda. Tiba-tiba saja ia tinggal di sebuah panti bersama para perawat. Dalam kebingungan, muncul rasa jengkel, marah, sedih, bahagia, dan pasrah. Film yang sederhana dalam tema namun tidak sederhana dalam merangkai cerita. Bahkan hingga akhir film, penonton pun tidak dapat menemukan mana kehidupan Anthony yang sesungguhnya. Semuanya tumpang tindih campur aduk menjadi satu. Menertawakan Anthony berarti juga menertawakan diri kita sendiri. Menemukan kembali subjek itu memang tidak mudah. Kalau Lacan menerangkan perjumpaan bayi dengan cermin untuk menemukan realitas dirinya, film ini menggamba

Nomadland (2020), Kisah Para Pencari Surga

  Bukankah manusia tercipta pertama kali di alam kebebasan dan tidak berumah? Demikianlah bagaimana film ini mencoba untuk menggambarkan para “pengembara” di Amerika Serikat yang kembali menghayati kehidupan nan bebas bersama mobil van mereka. Bangunan rumah hanyalah kurungan yang mendomestikkan manusia sehingga seringkali kehilangan naluri “kemanusiaannya”. Para pengembara ( nomadland ) di Amerika Serikat membangun sebuah komunitas kekeluargaan yang sangat intim dan dinamis. Sebuah kehidupan yang tidak lazim. Namun inilah gerakan subkultur yang menjadi kritik kemapanan manusia rumahan. Mereka tidak lagi melihat suatu benda dari batasan nilai mata uang, namun dari nilai kenangan yang tak terbatas. Dari sinilah mereka menukarkan barang yang mereka miliki dengan barang sesama pengembara. Mereka bertukar narasi yang tak terbatas oleh nilai mata uang. Oleh karenanya mereka memilih disebut sebagai “ houseless ”. Bukan “ homeless ”. Mereka memang tidak memiliki bangunan untuk ditinggali. Nam

Memories Of Matsuko (2006), Warna-warni Kegelapan

  Siapa yang menyangka, Matsuko, gadis cantik bersuara merdu menjalani kehidupan yang kelam? Berawal dari profesinya sebagai seorang guru SMP yang menghadapi kenakalan anak didiknya, Matsulo harus meninggalkan sekolahan. Ia pun menjadi penyanyi cafe, wanita penghibur, penata rambut, hingga sindikat narkoba. Ia berpindah dari kekasih satu kepada kekasih yang lain. Ia menikmati walau tersakiti. Adalah Sho, keponakan Matsuko yang merangkai cerita memori kehidupan bibinya setelah meninggal di usia 55 tahun. Ia mengumpulkan kepingan-kepingan memori Matsuko sepanjang kariernya hingga dibunuh dengan tragis. Kehidupan yang gelap dihadirkan dengan gemerlap melalui film ini. Menyaksikan film ini mengingatkan kita akan film Amelie. Cerita yang kelam dihadirkan dengan penuh keceriaan. Tanpa sadar film ini mengajak kita untuk melihat segala sesuatu dengan keceriaan. Dalam situasi apapun Matsuko menyelipkan “wajah jelek”nya untuk menghibur kita. Perjalanan hidup memang gelap dan berliku, namun sem