Gong Li memang seorang artis film Mandarin yang sangat lihai dalam memerankan karakter tokoh yang hidupnya menderita. Wajahnya yang dingin memancarkan aura keprihatinan. Sebutlah beberapa film yang dibintangi Gong Li seperti Red Sorghum, Raise the Red Lantern, serta Farewell of Concubine yang menghadirkan sosok perempuan penuh dengan kemalangan. Demikian pula dalam film To Live ini, Gong Li mampu menampilkan sosok seorang istri yang berkali-kali menanggung penderitaan karena permasalahan politik di China.
To Live merupakan film yang mengisahkan perjalanan sebuah keluarga miskin menghadapi gonjang-ganjing revolusi di China. Pada awalnya Fugui dan Jiazhen adalah keluarga berada karena warisan harta serta rumah orang tua mereka yang megah. Namun ketika Fugui jatuh dalam permainan judi, mereka harus kehilangan harta benda termasuk rumah yang megah yang telah dipertaruhkan di meja judi. Mereka pun menjadi keluarga miskin yang serba kekurangan. Fugui mencoba mengadu nasib dengan menjadi penyanyi bersama rombongan wayang China. Tahun 1949 meletuslah revolusi China di mana komunisme mengambil alih pemerintahan. Fugui dengan rombongan wayangnya menjadi bagian perang saudara tersebut. Fugui pada awalnya membela pejuang nasionalis karena wajib militer. Namun setelah nasionalis kalah, Fugui pun mengikuti arus dengan membela komunis. Untunglah Fugui kembali dari peperangan dengan selamat dan berjumpa lagi dengan anak istrinya.
Namun demikian, permasalahan keluarga Fugui belum berakhir. Mereka harus kehilangan anak bungsu yang laki-laki karena tertabrak truk yang sedang mundur (bahasa Jawanya “kunduran truk”). Luka kehilangan itu berangsur sembuh ketika sepuluh tahun kemudian anak pertama mereka dilamar dan menikah dengan seorang pejuang revolusi. Malang tak dapat diduga, ketika melahirkan, anak pertama Fugui mengalami pendarahan dan meninggal. Beruntung bayinya selamat dan sehat. Demikianlah hitam putih perjalanan Fugui dan Jiazhen dalam menjalani kehidupan berlatarkan revolusi politik di China.
Film ini menggambarkan keluarga kelas buruh yang meskipun hidupnya susah tapi beruntung. Karena kejayaan sosialis komunis, maka kehidupan masyarakat kelas bawah aman dan terjamin. Nasib yang berbeda dialami orang yang mengalahkan Fugui di meja judi. Ketika berhasil mendapatkan harta dan rumah Fugui, seiring revolusi sosialis, lawan judi Fugui itu akhirnya dihukum mati karena dianggap pro kapitalis. Andai saja dulu Fugui tidak kalah judi, kemungkinan dialah yang dihukum mati.
Demikianlah film dapat berbicara tentang ideologi. Mao Zedong menjadi tokoh yang sangat dipuja dalam film ini. Tembok di depan rumah kecil milik Fugui digambari mural gambar Mao. Merekapun berfoto bersama ketika pernikahan putrinya dengan berlatar belakang mural Mao. Bahkan mars revolusi Mao pun dikumandangkan bersama dalam film ini saat pernikahan putri Fugui. Film ini memang mengangkat komunis sebagai ideologi yang menyejahterakan rakyat kecil. Pemerintah bahkan memberi pekerjaan kepada Fugui serta istrinya, makanan bakmi gratis bagi masyarakat, serta pembagian pangsit babi sebagai bonus tercapainya target peleburan baja pemerintah. Namun film ini juga melihat sisi hitam revolusi sosialis di mana banyak pembangkang yang dihukum mati. Wayang-wayang milik Fugui pun harus dibakar supaya tidak membahayakan. Kekuatan film ini adalah keharmonisan Fugui dan istrinya. Dalam situasi yang seperti apapun, Jiazen mendampingi Fugui dengan setia menghadapi gonjang-ganjing revolusi sosialis di China. Wajah dingin Gong Li bukan hanya memancarkan keprihatinan, tapi juga ketangguhan dan kesetiaan.
Salam Sinema!!!
Komentar
Posting Komentar