Film ini menautkan tiga cerita
menjadi satu rangkaian yang saling terkait. Salah satunya adalah cerita Jack
Jordan yang mabuk agama. Jack adalah seorang mantan narapidana yang kemudian
berkenalan dengan seorang pendeta. Melalui pendeta itulah Jack mengenal
kehidupan gereja dan terlibat aktif di dalamnya. Namun perjumpaannya dengan
gereja malah membuat dirinya sering tidak berpikir rasional. Pertautan kisah
itu terjadi pada saat Jack menabrak seorang ayah bersama dua orang anaknya yang
sedang menyeberang jalan. Jack pun menyerahkan diri kepada polisi dan ditahan.
Orang yang ia tabrak mengalami kritis dan kemudian meninggal. Jantungnya didonorkan
kepada seseorang yang nantinya menjadi kekasih istrinya.
Begitu runyam film ini. Pertautan
tiga cerita itu tidak dirangkai secara linier namun secara acak dan
terbolak-balik. Penonton harus menyusun sendiri kepingan-kepingan puzzle film
21 Grams menjadi satu rangkaian yang utuh.
Film ini dengan jelas
menyindir agama yang bisa membuat pengikutnya mabuk dan lupa daratan. Jack yang
“bertobat”, hidupnya malah menjadi kacau. Bahkan istrinya merindukan sosok Jack
yang dulu, sebelum tenggelam dalam candu agama. Jack sering merasa apa yang ia
lakukan itu adalah kehendak Tuhan, wahyu Allah, hidayah ilahi... Ayat-ayat
Kitab Suci digunakan untuk alat membenarkan diri. Hingga pendeta yang
mengenalkannya kepada kehidupan gereja pun kewalahan akan cara berpikir Jack
yang dirasakan sudah tidak waras. Inilah kritik akan agama-agama yang tidak
medatangkan damai tapi malah kecemasan dan ketakutan.
Lalu 21 gram itu apa? 21
gram adalah berat yang hilang dari tubuh manusia ketika mati. Ketika 21 gram
itu pergi, ia akan membawa pergi juga kenangan yang tak ternilai harganya. Dan ketika
21 gram itu lenyap, akan datang berjuta harapan di depan kita.
Salam sinema!
Komentar
Posting Komentar