Langsung ke konten utama

PK (2014), Agama itu Ruwet!!




Seorang (orang?) alien datang ke bumi. Ia diberi julukan Peekay (PK) karena seperti orang mabuk. Dengan kepolosannya, ia mampu menelanjangi kebobrokan cara manusia  beragama di bumi. Ia pun mencari Tuhan yang selama ini hilang. Ia mendalami cara beribadah agama satu dan yang lain di negara India. Dari cara-cara menyembah Tuhan tersebut, PK merasakan konsep ber-Tuhan itu ternyata sangat rumit dan membingungkan. Masing-masing agama memiliki tingkat keruwetan yang hampir sama. Ia pun menemukan banyak kepalsuan ketika manusia beragama. Tak jarang di balik agama itu hanyalah permainan uang belaka.  Ia menggunakan istilah yang unik : doa yang salah sambung. Sepertinya berdoa, tapi arahnya kepada tuhan imitasi.

Dari judul film PK/Peekay, sebenarnya pertanyaan mendasar adalah siapa yang mabuk? Alien atau manusianya? Si alien kelihatannya mabuk, tapi ia benar! Dan manusia yang beragama sepertinya benar, tapi mabuk. Jadi judul PK/Peekay itu sebenarnya sindiran bagi kita yang sedang mabuk agama. Di akhir film, ketika PK meninggalkan bumi dan kembali ke planetnya, ada narasi yang luar biasa indah. “Ia telah belajar sesuatu dan ia pun telah mengajarkan kita sesuatu. Ia telah belajar berbohong. Dan ia juga mengajarkan arti sejati dari cinta.” PK, alien yang sangat jujur dan polos, ketika tiba di bumi telah belajar berbohong melalui agama yang dikenalnya.

Film PK mampu mengemas kritik keras terhadap agama melalui humor segar. Sebuah film yang cerdas dan cadas!! PK mengajak kita untuk tertawa bersama-sama. Menertawakan siapa? Ya menertawakan diri kita sendiri.

Salam Sinema!!!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Father (2020), Subjek yang Terlupa

  Anthony menghadapi permasalahan penuaan yang cukup ironis. Ia dibingungkan dengan memorinya sendiri. Ia tidak dapat lagi membedakan siapa, di mana, kapan, dan bagaimana kehidupannya berlalu. Semuanya kacau. Tiba-tiba saja anaknya yang pamit ke Paris muncul dengan sosok yang berbeda. Tiba-tiba saja ia menjumpai sosok menantu yang entah dari mana asalnya. Tiba-tiba saja ia berada di apartemen yang berbeda. Tiba-tiba saja ia tinggal di sebuah panti bersama para perawat. Dalam kebingungan, muncul rasa jengkel, marah, sedih, bahagia, dan pasrah. Film yang sederhana dalam tema namun tidak sederhana dalam merangkai cerita. Bahkan hingga akhir film, penonton pun tidak dapat menemukan mana kehidupan Anthony yang sesungguhnya. Semuanya tumpang tindih campur aduk menjadi satu. Menertawakan Anthony berarti juga menertawakan diri kita sendiri. Menemukan kembali subjek itu memang tidak mudah. Kalau Lacan menerangkan perjumpaan bayi dengan cermin untuk menemukan realitas dirinya, film ini menggamba

Nomadland (2020), Kisah Para Pencari Surga

  Bukankah manusia tercipta pertama kali di alam kebebasan dan tidak berumah? Demikianlah bagaimana film ini mencoba untuk menggambarkan para “pengembara” di Amerika Serikat yang kembali menghayati kehidupan nan bebas bersama mobil van mereka. Bangunan rumah hanyalah kurungan yang mendomestikkan manusia sehingga seringkali kehilangan naluri “kemanusiaannya”. Para pengembara ( nomadland ) di Amerika Serikat membangun sebuah komunitas kekeluargaan yang sangat intim dan dinamis. Sebuah kehidupan yang tidak lazim. Namun inilah gerakan subkultur yang menjadi kritik kemapanan manusia rumahan. Mereka tidak lagi melihat suatu benda dari batasan nilai mata uang, namun dari nilai kenangan yang tak terbatas. Dari sinilah mereka menukarkan barang yang mereka miliki dengan barang sesama pengembara. Mereka bertukar narasi yang tak terbatas oleh nilai mata uang. Oleh karenanya mereka memilih disebut sebagai “ houseless ”. Bukan “ homeless ”. Mereka memang tidak memiliki bangunan untuk ditinggali. Nam

Memories Of Matsuko (2006), Warna-warni Kegelapan

  Siapa yang menyangka, Matsuko, gadis cantik bersuara merdu menjalani kehidupan yang kelam? Berawal dari profesinya sebagai seorang guru SMP yang menghadapi kenakalan anak didiknya, Matsulo harus meninggalkan sekolahan. Ia pun menjadi penyanyi cafe, wanita penghibur, penata rambut, hingga sindikat narkoba. Ia berpindah dari kekasih satu kepada kekasih yang lain. Ia menikmati walau tersakiti. Adalah Sho, keponakan Matsuko yang merangkai cerita memori kehidupan bibinya setelah meninggal di usia 55 tahun. Ia mengumpulkan kepingan-kepingan memori Matsuko sepanjang kariernya hingga dibunuh dengan tragis. Kehidupan yang gelap dihadirkan dengan gemerlap melalui film ini. Menyaksikan film ini mengingatkan kita akan film Amelie. Cerita yang kelam dihadirkan dengan penuh keceriaan. Tanpa sadar film ini mengajak kita untuk melihat segala sesuatu dengan keceriaan. Dalam situasi apapun Matsuko menyelipkan “wajah jelek”nya untuk menghibur kita. Perjalanan hidup memang gelap dan berliku, namun sem