Film ini mencoba memotret kehidupan Mozart dari sudut
pandang penuturan Salieri, seorang musisi istana Wina yang menganggap Mozart
adalah saingannya. Di balik talenta
besar dan karyanya yang begitu indah, film ini menggambarkan sosok Mozart
sebagai seorang yang kekanak-kanakan, urakan,
dan memiliki selera humor yang aneh. Salieri pun menaruh rasa cemburu atas
prestasi Mozart yang sejak kecil memang mendapatkan banyak pujian karena kejeniusan
bermusiknya. Salieri mencoba menghalangi karier bermusik Mozart dan menjatuhkan
nama baik Mozart. Namun semakin dihalangi, nama Mozart justru semakin masyur.
Hingga akhirnya muncullah niat Salieri untuk menyingkirkan dan menghabisi Mozart.
Salieri merencanakan membunuh Mozart secara perlahan. Ia mengatur sedemikian
rupa agar Mozart mendapatkan banyak pesanan lagu. Mozart tak dapat menolak
pesanan itu karena memang sedang membutuhkan uang. Ketika dikejar waktu, Mozart
merasa begitu lelah. Salieri terus menekan dengan pesanan-pesanan lagu yang
harus segera diselesaikan. Dan akhirnya Mozart tidak sanggup lagi melawan
kelemahan raganya. Ia pun meninggal dunia di usia yang masih muda.
Tokoh utama dalam film ini sebenarnya adalah Salieri. Ia
menceritakan pergumulan batinnya di hadapan seorang pastor. Dalam kisahnya,
Salieri mengungkapkan kekaguman sekaligus kebenciannya terhadap Mozart. Yang
menarik adalah ketika ia pun bergumul secara teologis, menanyakan kehadiran
Tuhan dalam rasa cemburunya itu. Bahkan ada anggapan bahwa Tuhan membuka jalan
baginya untuk berzinah dengan istri Mozart. Inilah pergumulan teologis yang
begitu jujur. Hingga puncak pergumulan teologis Salieri adalah ketika
beranggapan bahwa Tuhanlah yang telah membunuh Mozart. Dan Tuhan itu dirinya! Salieri
merasa dirinya adalah Juru Selamat yang telah menyingkirkan Mozart dan
menyelamatkan dunia. Akhir perjalanan Salieri, ia harus diasingkan di penampungan
orang sakit jiwa karena dianggap gila.
Sebuah biopik yang menarik karena menghadirkan dua tokoh
dalam suatu intrik. Mozart, seorang yang kekanak-kanakan dan begitu polos,
menjadi sasaran empuk intrik busuk Salieri, sang oportunis nan culas. Karena begitu
polosnya, sampai menjelang ia meninggal, Mozart tidak tahu kalau Salieri-lah
yang telah mengatur kematiannya. Dan berulang kali Salieri mencoba menjatuhkan
Mozart, berulang kali pula Mozart justru mendapatkan angin untuk berkibar.
Momen yang paling mengena di film ini ada di bagian awal pada saat seorang pastor
mengawali perbincangan dengan Salieri. Salieri mencoba mengenalkan diri sebagai
komposer dengan cara memainkan beberapa lagu ciptaannya dengan piano. Berulang
kali pula sang pastor bengong, sama sekali tidak mengenali komposisi tersebut.
Dan ketik Salieri memainkan komposisi Allegro karya Mozart, pastor tersebut
langsung ikut berdendang... pa papa papapapapapa... pa papa papapapapapa...
papa... papapapapapa.... (tahukah lagu ini?) Dan sialnya lagi pastor tersebut
mengira itu lagu ciptaannya Salieri. Aduh... betapa hancurnya Salieri waktu itu
ketika menghadapi kenyataan bahwa karyanya kalah populer dengan karya Mozart.
Tiga jam berlalu dengan anggun. Perjalanan hidup Mozart yang
tragis dibalut dengan agungnya komposisi sang Maestro nan elok. Ia telah
terbunuh dengan begitu indah.
Salam Sinema!!!
Komentar
Posting Komentar