Langsung ke konten utama

Amelie (2001), Bahagiamu Bahagiaku





Cara bertutur Narator yang cerdas dan kocak di film ini mampu merangkai dan mengembangkan kejadian-kejadian yang sepertinya biasa saja menjadi luar biasa. Misalnya saja di awal film, Narator mengatakan, “Pada tanggal sekian, detik ke sekian, seekor lalat terbang dengan kecepatan sekian, mendarat di blablabla... Pada saat yang sama, di teras suatu restoran, angin secara ajaib membuat dua gelas menari di atas taplak meja. Sementara itu di Paris, seorang yang bernama anu pulang dari pemakaman sahabatnya dan menghapus catatan nama serta nomor telepon sahabatnya dari buku catatan. Pada saat yang sama, sperma dengan satu kromosom X milik si anu bersatu dengan benih istrinya. Sembilan bulan kemudian Amelie Poulan lahir.” Ya, narator merangkai dengan cepat tautan-tautan cerita menjadi satu alur dengan begitu indah. Sang Naratorpun menghidupkan Amelie gadis cantik yang memiliki kelainan jantung, sehingga ia harus belajar di rumah. Keterbatasan pergaulan Amelie membuat dirinya memiliki dunia yang unik. Amelie menjadi seorang gadis tertutup. Ia lebih senang mengutak-atik barang dengan imajinasinya daripada berbicara dengan orang lain.

Sebagai seorang yang tertutup, Amelie merasa nyaman ketika berjumpa dengan orang-orang yang sama seperti dirinya. Misalnya saja ia bersahabat dengan seorang pelukis nyantrik di seberang apartemennya yang sangat jarang keluar dari kamarnya. Amelie, sosok yang tertutup namun peduli akan orang-orang di sekitarnya. Ia begitu bahagia ketika melihat orang di sekitarnya bahagia.  Film ini adalah kumpulan serpihan kebaikan-kebaikan Amelie yang dilakukan dengan penuh ketulusan. Hingga akhirnya Amelie jatuh hati dengan Nino, seorang pemuda yang memiliki kegemaran mengoleksi sobekan pas foto rusak dan kemudian disusun di dalam album. Ada kalanya Amelie mengejar cinta, namun ada kalanya Amelie yang dikejar oleh cinta. Cinta yang sederhanapun dibikin rumit dengan teka-teki Amelie.

Audrey Tautou begitu lihai menampilkan pribadi Amelie yang tertutup namun “ramai”. Amelie tidak banyak bertutur, namun gestur tubuh dan mimiknyalah yang bercerita. Jean-Pierre Jeunet,.Sang Sutradara mampu memadukan sosok Amelie yang penuh teka-teki dengan nuansa kota Paris yang romantis, sehingga membuat film ini begitu memanjakan mata dan hati. 

Salam Sinema!!!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Father (2020), Subjek yang Terlupa

  Anthony menghadapi permasalahan penuaan yang cukup ironis. Ia dibingungkan dengan memorinya sendiri. Ia tidak dapat lagi membedakan siapa, di mana, kapan, dan bagaimana kehidupannya berlalu. Semuanya kacau. Tiba-tiba saja anaknya yang pamit ke Paris muncul dengan sosok yang berbeda. Tiba-tiba saja ia menjumpai sosok menantu yang entah dari mana asalnya. Tiba-tiba saja ia berada di apartemen yang berbeda. Tiba-tiba saja ia tinggal di sebuah panti bersama para perawat. Dalam kebingungan, muncul rasa jengkel, marah, sedih, bahagia, dan pasrah. Film yang sederhana dalam tema namun tidak sederhana dalam merangkai cerita. Bahkan hingga akhir film, penonton pun tidak dapat menemukan mana kehidupan Anthony yang sesungguhnya. Semuanya tumpang tindih campur aduk menjadi satu. Menertawakan Anthony berarti juga menertawakan diri kita sendiri. Menemukan kembali subjek itu memang tidak mudah. Kalau Lacan menerangkan perjumpaan bayi dengan cermin untuk menemukan realitas dirinya, film ini menggamba

Nomadland (2020), Kisah Para Pencari Surga

  Bukankah manusia tercipta pertama kali di alam kebebasan dan tidak berumah? Demikianlah bagaimana film ini mencoba untuk menggambarkan para “pengembara” di Amerika Serikat yang kembali menghayati kehidupan nan bebas bersama mobil van mereka. Bangunan rumah hanyalah kurungan yang mendomestikkan manusia sehingga seringkali kehilangan naluri “kemanusiaannya”. Para pengembara ( nomadland ) di Amerika Serikat membangun sebuah komunitas kekeluargaan yang sangat intim dan dinamis. Sebuah kehidupan yang tidak lazim. Namun inilah gerakan subkultur yang menjadi kritik kemapanan manusia rumahan. Mereka tidak lagi melihat suatu benda dari batasan nilai mata uang, namun dari nilai kenangan yang tak terbatas. Dari sinilah mereka menukarkan barang yang mereka miliki dengan barang sesama pengembara. Mereka bertukar narasi yang tak terbatas oleh nilai mata uang. Oleh karenanya mereka memilih disebut sebagai “ houseless ”. Bukan “ homeless ”. Mereka memang tidak memiliki bangunan untuk ditinggali. Nam

Memories Of Matsuko (2006), Warna-warni Kegelapan

  Siapa yang menyangka, Matsuko, gadis cantik bersuara merdu menjalani kehidupan yang kelam? Berawal dari profesinya sebagai seorang guru SMP yang menghadapi kenakalan anak didiknya, Matsulo harus meninggalkan sekolahan. Ia pun menjadi penyanyi cafe, wanita penghibur, penata rambut, hingga sindikat narkoba. Ia berpindah dari kekasih satu kepada kekasih yang lain. Ia menikmati walau tersakiti. Adalah Sho, keponakan Matsuko yang merangkai cerita memori kehidupan bibinya setelah meninggal di usia 55 tahun. Ia mengumpulkan kepingan-kepingan memori Matsuko sepanjang kariernya hingga dibunuh dengan tragis. Kehidupan yang gelap dihadirkan dengan gemerlap melalui film ini. Menyaksikan film ini mengingatkan kita akan film Amelie. Cerita yang kelam dihadirkan dengan penuh keceriaan. Tanpa sadar film ini mengajak kita untuk melihat segala sesuatu dengan keceriaan. Dalam situasi apapun Matsuko menyelipkan “wajah jelek”nya untuk menghibur kita. Perjalanan hidup memang gelap dan berliku, namun sem